Bintan – Dahulu dikenal sebagai destinasi impian dengan lanskap hijau dan pantai menawan, kini Bintan menyimpan luka menganga yang tak mudah sembuh.
Bukit-bukit yang dulu menjadi latar keindahan kini berubah menjadi kawah raksasa tak bertuan. Bekas tambang pasir ilegal menganga di banyak titik—diam tapi mematikan.
Dari udara, lanskap Bintan tampak tak lagi bersahabat: danau-danau buatan berair keruh menenggelamkan jejak kehidupan. Di darat, tanah longsor mengintai, dan petani kehilangan lahan subur yang telah diwariskan turun-temurun.
Di Balik Tambang: Siapa yang Bermain?
“Dulu kami bercocok tanam, sekarang cuma bisa nonton tanah kami dikoyak alat berat,” ujar seorang warga Kampung Galang Batang yang meminta identitasnya disamarkan.
Suara putus asa itu bukan satu-satunya. Di berbagai desa di Gunung Kijang hingga Kawal, para warga terpaksa memilih bekerja di tambang ilegal karena tidak ada opsi lain. Kemiskinan dan keterbatasan akses ekonomi menjelma menjadi alasan “logis” untuk turut serta dalam perusakan tanah kelahiran mereka.
Pasir dari Bintan dikenal berkualitas tinggi. Tak hanya diburu untuk pembangunan lokal, tapi juga diekspor diam-diam. Permintaan yang tinggi melahirkan bisnis gelap yang nyaris tak tersentuh hukum.
Pihak berwajib tak tinggal diam—setidaknya di atas kertas. Rabu (9/3/2025), Polres Bintan kembali melakukan pengecekan ke enam titik lokasi di Gunung Kijang dan sekitarnya. Namun hasilnya nihil. Tidak ada alat berat. Tidak ada aktivitas. Hanya sisa-sisa lubang besar yang jadi saksi bisu penambangan ilegal yang telah berlalu.