Kasus Hasan: Ketika Hukum Ditekan, Keadilan Dikhianati

Opini156 Dilihat

Oleh: Adiya Prama Rivaldi, Ketua Jaringan Pengawas Kebijakan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau

Di tengah gempuran krisis kepercayaan publik terhadap institusi negara, satu per satu fakta kembali memperlihatkan betapa hukum di negeri ini masih sering ditekuk demi melindungi kekuasaan.

banner 336x170

Kasus Hasan, mantan Camat Bintan Timur yang kini menjabat Kepala Dinas Kominfo Kepulauan Riau, menjadi contoh paling vulgar bagaimana hukum bisa dijadikan alat tawar-menawar di balik meja gelap.

Hasan bersama dua rekannya, Muhammad Ridwan dan Budiman, telah ditetapkan sebagai tersangka sejak awal 2024 atas kasus pemalsuan surat tanah di kawasan Kelurahan Sei Lekop, Kecamatan Bintan Timur. Mereka dijerat Pasal 263 dan 264 KUHP dengan ancaman 8 tahun penjara. Namun kini muncul wacana penghentian perkara (SP3) dengan dalih “restorative justice” setelah adanya perdamaian dengan pelapor. Ini bukan hanya pelecehan terhadap akal sehat, tapi penghinaan terang-terangan terhadap prinsip keadilan.

Pemalsuan Terencana dan Keuntungan Pribadi dari Jabatan

Kasus Hasan bukan perkara kecil. Ini bukan soal “kelalaian administratif” atau “kesalahan prosedur”. Ini adalah kejahatan serius yang dilakukan secara sadar dan terstruktur oleh pejabat publik.

Diketahui Hasan dan rekannya menerbitkan 19 surat keterangan penguasaan tanah (SKPT) palsu, dua di antaranya atas nama dirinya sendiri. Surat-surat ini digunakan untuk transaksi jual-beli lahan seluas 3,7 hektare dengan nilai mencapai miliaran rupiah. Ia bahkan aktif mencarikan pembeli dan mengarahkan transaksi melalui rekanan. Dari transaksi ini, Hasan mengantongi keuntungan pribadi sebesar Rp115 juta. Ini adalah bentuk korupsi jabatan yang nyata—penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri.


banner 500x204
Baca Juga :   Tubuhku Bukan Milikmu: Menggugat Kekerasan Seksual yang Terus Menghantui Perempuan Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *