Menurut Sagala, kejadian serupa telah beberapa kali terjadi sebelumnya dan menandakan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi imigrasi, baik bagi PMI maupun perusahaan yang mempekerjakan mereka.
Setibanya di Tanjungpinang, para PMI ini langsung diarahkan ke Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) untuk menjalani pendataan dan mendapatkan layanan dasar, seperti makanan, pemeriksaan kesehatan, serta konseling bagi yang membutuhkan.
Sagala menjelaskan, “Di RPTC, mereka akan menjalani proses pendataan yang mencakup identitas dan asal daerah. Setelah itu, BP3MI akan mengkoordinasikan pemulangan mereka ke daerah asal masing-masing.”
Kasus deportasi seperti ini menggarisbawahi tantangan yang dihadapi oleh pekerja migran Indonesia, khususnya mereka yang berangkat secara informal tanpa izin kerja yang sah.
Tanpa kelengkapan dokumen, para pekerja migran rentan mengalami tindakan hukum dari otoritas setempat.
BP3MI berharap bahwa ke depan, calon PMI yang ingin bekerja di luar negeri agar lebih memperhatikan legalitas dan kelengkapan dokumen sebelum berangkat, demi menghindari kasus serupa di masa mendatang.(ca)