“Padahal itu stunting. Ini perlu kita luruskan melalui edukasi yang masif. Kalau masyarakat paham bahwa stunting itu bisa dicegah, maka mereka tidak akan mengabaikan pola makan anak,” kata dr. Reni.
Ia juga menyinggung pentingnya pemerataan alat antropometri (alat ukur berat dan tinggi badan) di seluruh Posyandu dan pelatihan tenaga kesehatan di desa.
Suara dari Kecamatan dan Desa: Antara Tekad dan Realitas
Camat Singkep Barat, Zulfikar, yang turut hadir dalam forum, menyampaikan aspirasi dari lapangan. Ia menyebut bahwa pihaknya terus mendorong pemerintah desa untuk mengalokasikan anggaran dari Dana Desa untuk kegiatan pencegahan stunting, termasuk penyediaan makanan tambahan lokal.
Namun di sisi lain, ia mengakui bahwa tidak semua desa memiliki pemahaman prioritas yang sama.
“Ada desa yang lebih pilih bangun tugu daripada bangun jamban. Ini perlu kita arahkan. Musrenbangdes harus mulai dari isu kesehatan anak dulu, baru fisik,” ujarnya lugas.
Sementara itu, Ketua Posyandu “Melati” dari Desa Tanjung Irat, Rosdiana, menyampaikan bahwa para kader di lapangan sering kali menghadapi hambatan karena kurangnya dukungan transportasi dan insentif.
“Kadang kita harus jalan kaki satu jam untuk timbang balita. Kalau kader lelah, siapa lagi yang peduli?” ujarnya lirih.
Rembuk Berakhir, Harapan Baru Dimulai
Di akhir forum, dilakukan penandatanganan komitmen bersama lintas sektor. Setiap OPD, camat, kepala puskesmas, hingga perwakilan PKK menandatangani dokumen integrasi program pencegahan stunting.

















