DPRD Lingga Perjuangkan Legalitas Penambang Timah

Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lingga baru-baru ini melancarkan serangan legislatif yang terarah, memimpin audiensi lanjutan bersama Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Riau

Infolingga.com – Sebuah drama perjuangan politik dan ekonomi rakyat terkuak di jantung pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau.

Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lingga baru-baru ini melancarkan serangan legislatif yang terarah, memimpin audiensi lanjutan bersama Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Riau.

banner 336x170
Audiensi DPRD Lingga bersama Dinas ESDM Kepri Membahas legalitas tambang rakyat serta WPR dan IPR. F. Redaksi

Pertemuan ini bukan sekadar diskusi rutin, melainkan upaya terakhir untuk membongkar kebuntuan birokrasi yang selama ini menghambat legalisasi pekerjaan ribuan penambang timah rakyat di Lingga.

Di tengah jeritan kesulitan lapangan kerja yang mencekik, sektor penambangan timah rakyat muncul sebagai katup pengaman ekonomi bagi masyarakat pesisir dan pedalaman Lingga. Namun, ironisnya, aktivitas krusial ini terganjal oleh satu dokumen tunggal yang tak kunjung terbit dari Jakarta: Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).

Aliansi Kepentingan dan Tuntutan Konkret

Audiensi yang berlangsung intens ini diterima langsung oleh Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepri, Muhammad Darwin, beserta seluruh jajaran teknisnya. Kehadiran Darwin beserta timnya menunjukkan bahwa pemerintah provinsi memahami betul urgensi dan tekanan yang dibawa oleh rombongan Lingga.

Rombongan DPRD Lingga tidak datang sendirian. Mereka didukung oleh sebuah aliansi kepentingan yang kuat, yang secara kolektif merepresentasikan seluruh spektrum masyarakat terdampak.

Audiensi DPRD Lingga bersama Dinas ESDM Kepri Membahas legalitas tambang rakyat serta WPR dan IPR. F. Redaksi

Hadir dalam pertemuan itu Asisten II Setda Lingga, yang memastikan bahwa aspirasi legislatif sejalan dengan kebijakan eksekutif di tingkat kabupaten.

Selain itu, hadir pula Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), yang mewakili kepentingan formal pekerja, perwakilan dari Forum Peduli Masyarakat Singkep Barat, yang membawa suara komunitas lokal yang paling terdampak, dan yang paling penting, perwakilan penambang timah Lingga sendiri, yang menjadi saksi hidup dari ketidakpastian hukum yang mereka hadapi sehari-hari.

Dalam pertemuan tersebut, DPRD Lingga dengan tegas menekankan perlunya langkah konkret dari pemerintah provinsi dan pusat. Mereka menuntut agar proses penetapan WPR segera diselesaikan. Para legislator menilai, tanpa adanya kepastian WPR, masyarakat di Lingga tidak akan pernah bisa memperoleh Izin Pertambangan Rakyat (IPR).

Baca Juga :   Sui Hiok Sentil Dirinya Sendiri Sebagai Anggota DPRD Lingga Usai Beri Komentar Kontroversi

Hal ini menciptakan lingkaran setan: menambang tanpa izin berarti melanggar hukum, tetapi tidak menambang berarti mematikan dapur keluarga.

Terperangkap di Titik Nol: Usulan WPR yang Terabaikan

Inti dari permasalahan ini terletak pada WPR. Pemerintah Kabupaten Lingga dan masyarakat telah berulang kali menyampaikan usulan WPR ke pemerintah pusat, sebuah langkah awal yang wajib dilakukan untuk memetakan area penambangan yang aman dan berkelanjutan.

Namun, hingga detik audiensi ini berlangsung, usulan WPR tersebut belum juga ditetapkan. Akibat langsung dari kelambanan birokrasi ini sangat menyakitkan: masyarakat belum bisa menambang secara legal.

Mereka terperangkap dalam zona abu-abu, selalu dihantui oleh potensi penertiban dan penangkapan, meskipun aktivitas mereka seringkali menjadi satu-satunya sumber penghidupan. Situasi ini bukan hanya masalah hukum, tetapi juga masalah keadilan sosial dan ekonomi.

Pemerintah dituntut untuk segera mencari jalan keluar dari kemelut birokrasi yang menjebak rakyatnya sendiri.

DPRD Lingga dengan lantang berharap Gubernur Kepri segera menyurati pemerintah pusat.

Mereka meminta Gubernur menggunakan pengaruh dan kewenangan provinsi untuk mendesak percepatan penetapan WPR Lingga. Tujuannya sangat jelas.agar para penambang bisa bekerja sesuai peraturan yang berlaku, menghasilkan pendapatan yang stabil, dan yang terpenting, berkontribusi secara sah terhadap perekonomian daerah melalui jalur pajak dan retribusi yang legal.

Maya Sari: Legalitas Demi Keberlangsungan Hidup

Ketua DPRD Lingga, Maya Sari, memegang peranan sentral dalam menyuarakan aspirasi ini. Ia berbicara mewakili ribuan kepala keluarga yang bergantung pada sektor penambangan.

Maya Sari menegaskan bahwa legalitas kerja bagi penambang sangat penting dan mendesak, terutama ketika kondisi lapangan pekerjaan di Lingga sedang dilanda kesulitan yang luar biasa.

“Kami ingin para penambang timah memiliki legalitas agar bisa bekerja dengan tenang. Ini demi keberlangsungan hidup masyarakat Lingga,” ujar Maya Sari.

Baca Juga :   Sidang Lanjutan Pemeriksaan Dugaan Pelanggaran Administrasi, Ketua KPU Lingga Harap Majelis Hakim Bawaslu Kepri Dapat Membuat Keputusan Seadil-adilnya

Pernyataan ini membawa isu ini dari ranah regulasi semata ke ranah kemanusiaan dan kesejahteraan. Maya Sari secara gamblang meminta Kepala Dinas ESDM Kepri, Muhammad Darwin, untuk menindaklanjuti secara serius aspirasi tersebut kepada Gubernur. Ia memahami bahwa ESDM adalah pintu gerbang provinsi menuju pusat, dan dinas tersebut memegang kunci untuk memobilisasi kebijakan gubernur.

“Yang menjadi atensi pihak DPRD Lingga melakukan audiensi ini adalah agar kawan-kawan penambang timah mempunyai legalitas untuk melakukan pekerjaan penambangan,” tegasnya.

Audiensi DRPD Lingga Bersama Dinas ESDM Kepri Terkait Usulan WPR dan IPR. F. Redaksi
Audiensi DRPD Lingga Bersama Dinas ESDM Kepri Terkait legalitas tambang rakyat serta Usulan WPR dan IPR. F. Redaksi

Ia menggarisbawahi realitas ekonomi daerah. “Ini demi keberlangsungan hidup masyarakat Kabupaten Lingga, karena seperti yang kita ketahui bersama bahwa susahnya lapangan pekerjaan yang terjadi di Kabupaten Lingga.”

Manfaat Ganda Legalitas: Ekonomi, Lingkungan, dan Ketertiban

Dampak dari penetapan WPR dan penerbitan IPR akan menciptakan efek domino positif yang signifikan, tidak hanya bagi penambang, tetapi juga bagi pemerintah dan lingkungan:

Kepastian Ekonomi: Legalitas memberikan penambang akses ke pasar formal dan pembiayaan. Mereka dapat menjual hasil tambang mereka melalui saluran yang sah, sehingga meningkatkan harga jual dan stabilitas pendapatan.

Peningkatan PAD: Penambang yang legal akan membayar kewajiban royalti dan pajak. Hal ini secara otomatis akan menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Lingga, yang dapat digunakan untuk mendanai pembangunan infrastruktur dan layanan publik.

Pengawasan Lingkungan: IPR datang dengan persyaratan ketat mengenai pengelolaan lingkungan. Ketika penambang legal, pemerintah provinsi dapat melakukan pengawasan dan penertiban secara efektif, memaksa mereka untuk mengikuti prosedur pertambangan yang ramah lingkungan dan melakukan reklamasi pasca-tambang. Saat ini, aktivitas ilegal cenderung tidak terkontrol dan merusak.

Ketertiban Sosial: Legalitas akan menghilangkan stigma “ilegal” yang melekat pada penambangan rakyat, menciptakan ketenangan kerja, dan mengurangi potensi konflik antara penambang dengan aparat penegak hukum.

Baca Juga :   Bawaslu Lingga Petakan Daerah Rawan Jelang Pilkada, Infrastruktur Telekomunikasi Jadi Tantangan

DPRD Lingga menjadikan poin-poin ini sebagai argumen kuat, bahwa legalitas WPR adalah solusi multi-sektor, bukan sekadar dispensasi. Ini adalah jalan menuju tata kelola pertambangan yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Seruan Kebijakan Pro-Rakyat untuk Gubernur

Di akhir audiensi, fokus kembali tertuju pada sosok Gubernur Kepri. Maya Sari mengungkapkan, besar harapannya kepada Kepala ESDM Provinsi, Muhammad Darwin, agar dapat meneruskan secara utuh apa yang menjadi keluhan dan desakan masyarakat Lingga ini.

“Agar Gubernur Kepri dapat membuat kebijakan sehingga para penambang timah ini mendapat legalitas untuk bekerja,” tutupnya.

Seruan ini adalah permintaan agar Gubernur tidak hanya menjadi perpanjangan tangan pusat, tetapi juga menjadi pemimpin yang berani mengambil inisiatif pro-rakyat dalam menghadapi kebuntuan birokrasi federal.

Kebijakan yang diharapkan dari Gubernur mencakup:

Pengiriman surat resmi dan personal kepada kementerian terkait di Jakarta, mendesak percepatan verifikasi dan penetapan WPR Lingga.

Pembentukan tim kerja khusus di tingkat provinsi yang bertugas memfasilitasi dan mendampingi proses IPR segera setelah WPR ditetapkan, memangkas waktu tunggu yang panjang.

Pemberian perlindungan sementara atau skema pengawasan yang fleksibel bagi penambang rakyat yang teridentifikasi berada di calon WPR, sambil menunggu status legalitas penuh.

Audiensi lanjutan ini menegaskan posisi DPRD Lingga sebagai representasi aktif dan militan dalam memperjuangkan hak-hak ekonomi dasar konstituen mereka. Mata seluruh masyarakat Lingga kini tertuju pada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dan sang Gubernur.

Mereka menanti apakah suara yang dibawa dari Dataran Sultan Abdulrahman Syah akan berubah menjadi tinta kebijakan yang memberikan kepastian hidup bagi ribuan keluarga penambang timah. Kegagalan dalam merespons desakan ini berarti membiarkan potensi ekonomi daerah terabaikan dan menelantarkan masyarakat dalam ketidakpastian hukum yang berkepanjangan.


banner 500x204

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *